5.9.08

Kepulauan Sula: Surga Investasi Mendulang Megaproyek "Emas Hijau"

Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara Surga Investasi Mendulang Megaproyek "Emas Hijau"

Permintaan energi solar dan minyak tanah dunia mencapai 2.487 juta ton atau 67 persen dari kebutuhan minyak bumi dunia. Indonesia memerlukan 42 juta kiloliter minyak tanah dan solar atau sekitar 65 persen dari total konsumsi minyak bumi per tahun.

Pada saat yang sama terjadi penurunan produksi, namun jumlah permintaan bertahan dan cenderung meningkat. Di lain pihak, menurut Menristek Kusmayanto Kadiman, negara-negara maju juga sedang berpacu memproduksi bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel yang permintaannya mencapai 71 juta ton atau senilai 28 juta Poundsterling.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, persediaan minyak bumi Indonesia mungkin bisa bertahan 11 tahun, gas bumi 30 tahun dan batubara 50 tahun lagi. Artinya, diperlukan sumber-sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar tersebut atau paling tidak mengantisipasi masa kehabisan bahan bakar sumber tersebut.
Indonesia sudah dua dekade mengalami krisis energi. Walau terlambat, pemerintah melalui Inpres No 10 Tahun 2005 tentang pemasyarakatan dan penggunaan BBN melalui gerakan penghematan penggunaan bahan bakar energi fosil. Inpres ini berimplikasi terhadap peningkatan berbagai upaya pengembangan dan penelitian, produksi dan penggunaan bahan bakar bersumber dari lemak tumbuhan, salah satunya biodiesel dari kelapa sawit.


"Emas Hijau"

Indonesia dan Malaysia masih menguasai 80 % produksi minyak sawit dunia. Pada tahun 2005 kapasitas produksi CPO Indonesia mencapai 13,6 juta ton, naik dari 10,8 juta ton pada tahun 2004. Kapasitas produksi minyak kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2010 diharapkan mencapai 15 juta ton (Investor Daily, 19/5/2005).
Laju tanam kelapa sawit di Indonesia dalam kurun waktu antara 1999 sampai 2004 berkisar 401.000 ha per tahun (Sawit Watch, 2005). Laju tanam ini diperkirakan akan semakin meningkat menjadi 600.000 ha dalam waktu 5 tahun mendatang bahkan bisa melebihi proyeksi permintaan minyak sawit untuk kebutuhan pangan dan industri makanan.
Di sisi lain, ambisi Malaysia menjadi produsen biodiesel nomor satu di dunia otomatis juga turut menekan tingginya ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Investasi Malaysia mencapai 30 % produksi minyak mentah kelapa sawit (CPO) di Indonesia pada tahun 2005 tidak cukup untuk memenuhi target tersebut. Selain itu, keterbatasan lahan untuk perkebunan baru kelapa sawit di Malaysia juga akan menekan laju ekspansi di Indonesia guna mencapai target Malaysia sebagai produsen biodiesel dari minyak sawit terbesar di dunia.
Melihat perkembangan industri biodiesel terkini, Malaysia, terutama perusahaan besar perkebunan kelapa sawit sudah pasti akan menjadi pemegang kendali atas industri BBN yang berasal dari minyak sawit. Strategi pengembangan dan pengemasan propaganda BBN dari minyak sawit secara gamblang masih dari kelompok dominan pemain industri dan bisnis kelapa sawit. Melalui kerjasama patungan (joint-venture) pengusaha kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia memperkokoh fondasi bisnis dan barisan mereka juga semakin kuat memproteksi kartel bisnis ini ke depan.

Investasi Rp 13,5 Triliun

Terkait prospek super prospektif ini, perusahaan patungan Indonesia-Malaysia, Indomal Group melalui anak perusahaan Indomal Usahasama berencana mengembangkan Palm Oil Centre terpadu di Pulau Taliabu dan Mangoli, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara. Total investasi yang ditanamkan mencapai Rp 12,5 triliun atau sekitar 1 miliar Dolar AS. Bupati Kepulauan Sula, Ahmad Hidayat Mus menjelaskan, pihaknya akan membuka lahan kelapa sawit seluas 200.000 hektare, membangun pabrik CPO dan pabrik biodiesel masing-masing 7 unit serta infrastruktur pendukung berupa pembangkit listrik 2 x 10 megawatt. Dengan luas lahan perkebunan tersebut diharapkan bisa memproduksi kelapa sawit 1,5 juta ton per tahun. Sementara untuk pabrik pengolahan biodiesel, direncanakan berkapasitas 150 ribu ton per tahun.
"Areal penggunaan lahan (APL) dan hutan konversi (HK) sudah didapat untuk pengelolaan lahan, sehingga rencana ini sudah bisa beroperasi awal tahun 2007," katanya kepada Suara Karya di Jakarta, Senin (30/4). Ahmad mengatakan, dari total investasi Rp 12,5 triliun, sekitar Rp 5 triliun diantaranya digunakan untuk membiayai pembersihan lahan dan penanaman kelapa sawit.
Sedangkan, pembangunan pabrik biodiesel dengan kapasitas 150.000 ton per tahun diperkirakan menelan biaya Rp 3,5 triliun, pabrik CPO senilai Rp 1 triliun dan dua pembangkit listrik senilai Rp 2 triliun. Sisanya, digunakan untuk pembangunan infrastruktur pendukung seperti pelabuhan dan jalan.
Menurut Ahmad ini merupakan bagian dari upaya mendukung program pemerintah mengembangkan bahan bakar nabati. Palm Oil Centre terdiri atas perkebunan kelapa sawit, pabrik pengolahan crude palm oil (CPO), pabrik pengolah CPO menjadi biodiesel dan pembangkit listrik.
"Awal tahun ini (Januari 2007), kami sudah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding atau MOU) dengan PT Indomal Usahasama yang diwakili Presiden Direkturnya, Chairul Anhar," kata Ahmad.
PT Indomal Usahasama memiliki teknologi pengolahan CPO menjadi biodiesel dan vitamin yang saat ini telah diekspor ke 40 negara di dunia. Dengan teknologi itu, harga biodiesel yang akan dijual akan lebih kompetitif dari para pesaing. Kini proses pembersihan lahan untuk bisa segera ditanami sawit sudah dimulai.
Untuk pendanaan proyek Palm Oil Centre ini, beberapa lembaga keuangan telah siap memberikan dukungan yaitu Exim Bank Malaysia dan Gulf Finance House, salah satu lembaga pembiayaan dari Doha, Qatar. Lembaga-lembaga ini akan masuk membiayai hingga 70 persen dari nilai proyek, dengan skema project financing. Sisanya ditanggung oleh modal sendiri.
Kini masalah kesiapan infrastruktur menjadi perhatian utama dalam pengembangan Palm Oil Centre. Menurut Ahmad, untuk sementara di sektor transporasi kini sudah ada sarana berupa bandara mini dan sejumlah pelabuhan. Selain itu, melalui dana APBD, Pemkab Kepulauan Sula juga berencana membangun jembatan sepanjang satu kilometer yang menghubungkan dua pulau besar di daerah tersebut. Selain APBD, pembangunan salah satu jembatan terpanjang di Indonesia itu juga akan dibiayai APBN dan bantuan asing. Jembatan senilai Rp 400 miliar ini ditargetkan mulai dibangun 2008 dan rampung pada 2010.
Sebab, ketersedian pelabuhan udara, pelabuhan laut, jalan dan jembatan merupakan hal yang harus disiapkan agar tidak mengganggu kelancaran arus barang setelah Palm Oil Centre beroperasi.
Ahmad berharap pemerintah pusat dan hibah asing dapat berpartisipasi dalam pembangunan sarana infrastruktur itu. "Berdasarkan perkiraan, dibutuhkan dana sekitar Rp 4 triliun untuk bisa menyediakan lapangan terbang standar, pelabuhan laut, pembangunan jalan dan jembatan," katanya.
Bila telah berjalan, proyek ini akan mampu menyerap tenaga kerja hingga sekitar 60 ribu jiwa, sehingga harus didatangkan tenaga kerja dari luar Kepulauan Sula karena tenaga kerja di daerah ini hanya sekitar 20 ribu orang.
Bupati Ahmad Hidayat Mus mengatakan, pihaknya mendukung penuh keinginan investor asal Malaysia sebagai salah satu strategi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Kami juga telah membangun jalan yang akan melintasi areal perkebunan dan lokasi proyek sepanjang 80 kilometer tahun lalu, 40 km direncanakan tahun ini dan total 426 km pada 2009. Semua menggunakan dana APBD kabupaten," katanya.
Bila dikalkulasi secara total, potensi modal yang akan masuk ke kepulauan di tepian Pasifik ini mencapai Rp 13,5 triliun. Sebab, PT Ginang Fohu Plantations (PT GFP) juga turut menanamkan modal Rp 1 triliun. "Minggu ketiga Mei ini proyek perkebunan kelapa sawit PT GFP seluas 40 ribu hektare segera dimulai. Mereka fokus untuk CPO," ujarnya. Selain itu, BRI dan Bank Mandiri juga berencana siap mengucurkan dana senilai 8,9 triliun pada tahun 2009. Kedua bank pelat merah ini juga siap berpartisipasi sampai kelak Kepulauan Sula menjelma surga "emas hijau" dunia. (Yudhiarma)


Magnet Pengundang Investor

Potensi sumber daya alam Kabupaten Kepulauan Sula meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, kelautan, pertambangan, industri dan pariwisata.
Menurut data Pemkab Kepulauan Sula, pengembangan pertanian tanaman pangan meliputi sayur-sayuran, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan pengembangan agrowisata untuk komoditas buah-buahan meliputi durian, langsat, manggis dan mangga. Sampai dengan tahun 2005 luas lahan untuk usaha pertanian tercatat 24.743,56 Ha dengan produksi sebesar 33.608,62 ton/tahun.
Potensi kehutanan di Kabupaten Kepulauan Sula berupa hutan alam yang berdasarkan Peta Paduserasi RTRWP dengan TGHK memiliki luas hutan 471.951,53 Ha yang terdiri dari Hutan Lindung 46,426,70 Ha, Hutan Suaka alam 12.683,53 Ha, Hutan Produksi Tetap 24.250,00 Ha, Hutan Produksi Terbatas 55.014,00 Ha, Hutan Produksi dapat dikonversi 281.077,70 Ha, Areal Penggunaan Lain 52.499,60 Ha.
Seperti dikemukakan Bupati Kepulauan Sula, Ahmad Hidayat Mus, SE (AHM), usaha perikanan di Kabupaten Kepulauan Sula adalah perikanan rakyat. Produksi perikanan sangat beragam dengan kesediaan potensi 80.547,81 Ton/Tahun dan potensi lestari sebesar 40.273,91 ton/tahun dengan standing stock pelagis (permukaan) 33.060,94 ton/ tahun serta ikan demersal (dasar) 16.875,61 ton/tahun dimana pemanfaatan untuk kedua komoditas ini baru mencapai 11.506,53 ton/tahun atau 22,8 persen dari potensi lestari.
Di Kabupaten Kepulauan Sula terdapat beberapa indikasi sumber bahan galian golongan A, B dan golongan C yaitu tambang emas terdapat di Kecamatan Mangoli Timur (Desa Waitina, dan Kawata). Kemudian tambang batubara terdapat di terdapat di sepanjang semenanjung Kecamatan Sulabesi Barat (Desa Fuata) dan Kecamatan Taliabu Timur (Desa Sahu dan Tabona), serta Kecamatan Sanana (Desa Wai Ipa) dengan perkiraan cadangan 10.400.000 m. Tambang minyak dan gas terdapat di Kecamatan Mangole Barat (Desa Falabisahaya, Minaluli, Modapuhi, Modapia dan Saniahaya), Cekungan Sula (Memanjang dari perbatasan Kab. Banggai hingga sebelah Utara Pulau Taliabu dan Mangoli) dan Cekungan Sula Selatan di sebelah Selatan Pulau Taliabu.
Bahan galian non logam: pasir dan batu (sirtu) terdapat di Kecamatan Taliabu Barat (Desa Nunca, Gela, Bappenu dan Pancado); Pasir Kwarsa di Kecamatan Taliabu Barat (Desa Jorjoga dan Gela); Zeolit di Kecamatan Sanana dan Kecamatan Mangoli Timur (Desa Orifola); Kapur di Pulau Taliabu; Granit di Pulau Mangole dan Taliabu; Lempung di Pulau Mangole (Desa Waisakai) dan Pulau Taliabu; Andesit di Pulau Taliabu; Skist di Pulau Taliabu; dan Koalin di Pulau Mangole dan Taliabu.
Sementara itu, Sekda Kabupaten Kepulauan Sula, Ir Arman Sangadji mengatakan, untuk kegiatan industri di Kabupaten Kepulauan Sula umumnya adalah industri kecil yang didominasi oleh industri rumah tangga, disamping terdapat industri kayu lapis (PT. Barito Pasifik Timber Group) di Falabisahaya Kecamatan Mangole Barat dan beberapa industri sawmill yang tersebar di beberapa kecamatan.
Bidang pariwisata ditunjang dengan sejumlah objek wisata, baik wisata alam maupun wisata sejarah. Obyek wisata alam antara lain pantai Wai Ipa, pantai Manaf di Kecamatan Sanana, taman laut Pagama di Kecamatan Mangole Timur, Pulau Hamparan dan sumber air panas di pantai Losseng Kec Taliabu Timur, Selat Capalulu di Kec Mangole Barat.
Sedangkan untuk objek wisata sejarah antara lain meliputi; Air Kalimat dan Pasir Anjing di Jorjoga, Gunung Kukusang dan Goa Mananga di Kecamatan Taliabu Barat, Fat Fina Koa (Batu Nona) di Kecamatan Mangole Timur, Benteng Alting/Dever Watching peninggalan bangsa Portugis di Sanana.


Pertumbuhan Ekonomi

Arman menjelaskan, perekonomian Kabupaten Kepulauan Sula didominasi oleh tiga sektor utama yakni, sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor industri pengolahan. Pada tahun 2005 kontribusi sektor pertanian mencapai 38,19 persen mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2004 yang mencapai 37,99 persen. Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2005 mencapai 22,60 persen meningkat dibanding tahun 2004 yaitu sebesar 22,41 persen. Kontribusi sektor industri pengolahan tahun 2005 sebesar 19,67 persen menurun dibanding tahun 2004 yaitu sebesar 21,81 persen.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Sula yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan mampu tumbuh mencapai nilai 5,11 persen. Angka pertumbuhan ini sedikit lebih rendah sekitar 0,30 persen bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2004 yaitu sebesar 5,41 persen. PDRB perkapita berdasarkan harga konstan pada tahun 2005 yaitu Rp 2.134.669 mengalami peningkatan 2,77 persen dari tahun 2004 yaitu Rp 2.007.163.
Tinjauan secara sektoral pada tahun 2005, kata Arman, hampir semua sektor mengalami pertumbuhan nilai positif. Secara berurutan pertumbuhan tertinggi dicapai sektor bangunan sebesar 10,37 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 10,0 persen, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 7,87 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 7,29 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 4,08 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 3,98 persen, sektor pertanian sebesar 3,79 persen, sektor industri pengolahan sebesar 3,02 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 1,64 persen.
Lonjakan pertumbuhan sektor bangunan disebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sarana tempat tinggal dan prioritas pembangunan daerah dalam penyediaan sarana perkantoran Pemerintah Daerah. Secara simultan pertumbuhan sektor bangunan diikuti dengan pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pertambangan dan penggalian.
Sedangkan fluktuasi harga di pasar mempengaruhi rendahnya pertumbuhan sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa.
Pada tahun 2006, sektor pertanian masih menjadi kontributor utama penyumbang nilai PDRB, disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor industri pengolahan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Pemanfaatan komoditas unggulan daerah pada sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan berpengaruh nyata bagi pertumbuhan sektor industri pengolahan karena tersedianya bahan baku dan meningkatnya permintaan bahan jadi. Penyediaan infrastruktur dasar berupa jalan dan jembatan, perumahan dan fasilitas pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Berdasarkan Peraturan Bupati Kepulauan Sula Nomor 01 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2005-2010, maka ditetapkan visi, misi, strategi, arah kebijakan dan prioritas program pembangunan Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2005 - 2010.

Visi dan Misi

Visi Kabupaten Kepulauan Sula sebagaimana tertuang dalam RPJMD Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2005-2010, yaitu "Mewujudkan Harapan Masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula yang Beriman, Maju, Damai dan Sejahtera secara Utuh pada tahun 2010."
Sebagaimana visi di atas, maka misi Pembangunan Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2005 - 2010, yaitu pertama, peningkatan kualitas kehidupan beragama. Kedua, peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Ketiga, penciptaan pemerintahan yang profesional dan kredibel. Keempat, pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis sumberdaya alam.
Pemberian kemudahan investasi di Kabupaten Kepulauan Sula dilakukan melalui deregulasi perpajakan dan regulasi kemudahan investasi, mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, perdagangan antarpulau dan peningkatan ekspor komoditi non-migas. Kelima, percepatan pengembangan wilayah yang diarahkan pada pembangunan infrastruktur wilayah guna meningkatkan pelayanan sosial ekonomi serta kemudahan akses antara masyarakat dengan sumber-sumber produktif berupa modal, teknologi dan pasar.
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru berdasarkan arahan rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten Kepulauan Sula melalui pengembangan potensi unggulan yang dimiliki berupa optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam secara produktif dan berkesinambungan serta kebutuhan strategis pelayanan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu segera dilakukan percepatan pembangunan di kawasan-kawasan yang telah teridentifikasi sebagai kawasan andalan, kawasan tertinggal maupun kawasan sentra produksi sebagai pusat-pusat pertumbuhan baru. (Yudhiarma/Pemkab Kepsu)

0 komentar:

SMA1 Taliabu 2008 Template by : kendhin : Admin: Email:sman1taliabu@yahoo.co.id